Di dalam mengambil sebuah keputusan seorang pemimpin (guru) harus selalu menyelaraskan dengan visi dan misi yang telah disusun dan disepakati bersama, agar apa yang diputuskan jelas dan terarah. Utamanya dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid sehingga terwujud merdeka belajar

        Kebijakan Merdeka Belajar yang digulirkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Guru dan tenaga Kependidikan Kemdikbud beberapa waktu silam telah membuahkan program yang bertujuan untuk menyiapkan pemimpin pendidikan masa depan, yakni program Guru Penggerak.

        Berikutnya, selain menjadi pemimpin harapan di dunia pendidikan, juga mampu mendorong tumbuh kembangnya murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru serta implementasi pembelajaran yang berpihak pada murid. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah, menjadi sosok teladan dan agen perubahan ekosistem pendidikan menuju terwujudnya profil Pelajar Pancasila.

        Saat ini, penulis mulai mempelajari Modul 3.1 tentang pengambilan keputusan. Tentu, sebagai salah satu yang mengikuti program Guru Penggerak, penulis diharapkan menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang mampu mengambil keputusan dalam situasi dan kasus apapun. Oleh karena itu, modul 3.1 sangat bermanfaat, terutama dalam mewujudkan Merdeka Belajar.

        Seperti diketahui, setelah memahami filosofi pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan memberikan tuntunan terhadap segala kodrat anak yang akan mengantarkannya pada, keselamatan dan kebahagiaan, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, maka dalam pelaksanaannya penulis dituntut untuk dapat berperan sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu mendorong, menggali dan mengembangkan potensi anak.

        Di sisi lain, sebagai pemimpin pembelajaran yang berpedoman pada Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara – Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, maka guru diharapkan mampu mengambil keputusan yang tepat, bijaksana, dan berpihak pada murid. Termasuk menjadi sosok teladan dan motivator mereka untuk mengembangkan minat, bakat, serta melejitkan potensi yang dimilikinya.

        Dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid, tentunya seorang guru dalam perannya sebagai pengambil keputusan harus mampu menyelaraskan visi dan misi yang sudah disepakati bersama, sehingga segala keputusan yang diambil jelas dan sesuai dengan harapan semua pihak. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah seberapa manfaat keputusan yang diambil sehingga mampu memberikan solusi atas segala permasalahan yang dihadapi.

Bujukan Moral dan Dilema etika

Penulis mencatat terdapat dua situasi saat kita dituntut menjadi pengambil keputusan, yakni Bujukan Moral dan Dilema etika.

        Bujukan Moral merupakan situasi pengambilan keputusan saat seseorang dihadapkan pada kasus benar melawan salah. Sedangkan Dilema Etika adalah sebuah situasi saat seseorang dihadapkan pada keadaan yang keduanya benar namun bertentangan dalam pengambilan keputusan.

        Dari kondisi di atas, kita sering dihadapkan dengan dilema etika yang menuntut sikap bijak dalam mengatasinya. Hal dikarenakan dilema etika merupakan situasi yang sering dihadapi, dan tidak sedikit dihadapkan dengan pertentangan antara cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, toleransi, kesetiakawanan, tanggung jawab, dan aktualisasi hidup.

Paradigma, Prinsip, dan Langkah Pengambilan Keputusan

        Seperti diketahui juga, di dalam menghadapi pengambilan keputusan, seringkali bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika, yang walaupun sebenarnya prinsipnya tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal.

        Untuk mempunyai pemahaman yang baik tentang pengambilan keputusan, sudah seharusnya kita menghargai konsep dan prinsip etika yang universal dan disepakati bersama, seperti Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.

Oleh karena itu, di dalam situasi dilema etika menyajikan paradigma, yaitu:

1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Sementara itu, untuk pengambilan keputusan diperlukan prinsip-prinsip yang melandasinya. Terdapat tiga prinsip yang akan membantu dalam menghadapi sejumlah pilihan yang penuh dengan tantangan dalam pengambilan keputusan, yakni  

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

        Selanjutnya, segala keputusan yang diambil haruslah tepat, arif, dan bijaksana. Maka sebagai seorang pemimpin pembelajaran membutuhkan pengujian yang selaras dengan prinsip dasar pengambilan keputusan yang etis.

        Terdapat sembilan langkah untuk menguji keputusan dalam situasi dilema etika yang terkadang menggiring kita ke dalam situasi dan nilai yang bertentangan. Kesembilan langkah tersebut adalah:

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4. Pengujian benar atau salah. Ada uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, 

    dan uji panutan/idola.

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

6. Melakukan Prinsip Resolusi.

7. Investigasi Opsi Trilema.

8. Buat Keputusan Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.

        Selain di atas, pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan dapat juga menginternalisasikan teknik coaching yang bisa melejitkan potensi yang dimiliki. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pengambilan keputusan karena tenik coaching pun memiliki tujuan utama dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi dengan efektif, efisien dan bersinggungan dengan dilema etika dalam sejumlah kasus.

Simpulan

        Dibutuhkan sikap bijak dalam memainkan peran sebagai pemimpin pembelajaran. Maka guru, dalam setiap mengambil keputusan memerlukan kecermatan dan pengujian yang tepat atas kasus yang dihadapinya.

        Paradigma, prinsip, dan  langkah-langkah pengambilan keputusan merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang sangat penting dilakukan oleh setiap pemimpin pembelajaran yang diharapkan memiliki kompetensi Guru Penggerak sebagai pribadi yang  mampu melakukan pengambilan keputusan berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran.

        Selanjutnya, seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki profil kompetensi yang mampu menyadari dan menggunakan prinsip moral dalam melakukan pengambilan keputusan, serta mampu menerapkan strategi untuk menghindari adanya isu kode etik kepemimpinan sekolah dan konflik kepentingan.




         Saat menemui anak-murid yang mengalami kesulitan, terkadang naluri guru untuk membantu murid-muridnya pun tumbuh dan berkembang. Sebagai seorang guru kadang kita tergoda untuk membantu memecahkan permasalahan yang mereka lami. Bahkan terkadang guru menjadi gemas dan berkeinginan sesegera mungkin mencarikan solusi bagi permaslahan anak-anak muridnya.

        Namun, setelah belajar materi Coaching ini saya mengetahui bahwa dengan memberikan kemudahan-kemudahan bagi mereka untuk memecahkan permasalahan mereka bukanlah hal yang baik. Mereka harus diajarkan dan dibimbing untuk mampu memecahkan permasalahannya sendiri. Dengan begitu anak-anak murid diharapkan menjadi insan yang tangguh dalam menjalani kehidupan.

        Dalam modul 2.3 ini tentang Cocahing untuk supervisi akademik dijelaskan perbedaan antara coaching, konseling, dan mentoring. Coaching merupakan suatu usaha yang dilakukan coach dalam mendampingi coacheenya untuk menemukan masalah. Dalam hal ini seorang coach akan mengajukan berbagai pertanyaan berbobot kepada coacheenya guna mengarahkan kepada pemecahan masalahnya. Disini seorang coach bertindak untuk mengembangkan kemampuan coacheenya. Sementara itu, Konseling merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mencari tahu akar permasalahan dari si klien yang melakukan diskusi atau curhat kepadanya. Sedangkan  mentoring merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang mentor dalam memberikan tips atau cara yang mungkin dianggap tepat untuk menyelesaikan masalah dari seorang menteenya.

        Pada modul 1.1 tentang filosofi Ki hajar Dewantara telah dijelaskan bahwa Pendidik berarti juga penuntun. Seorang penuntun akan menuntun setiap anak didik sesuai dengan kodratnyamasing-masing, yakni berdasarkan kodrat zaman dan kodrat alamnya. Selain itu, dalam filosofi Ki Hajar Dewantara pun diterangkan pula tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid.

        Dengan coaching, sebagai seorang guru, kita akan mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh anak-anak didik kita.Sebab Coaching ini memberi ruang kebebasan dan bereksplorasi mengenai hal-ahal yang ada dalam pikiran anak didik kita. Meningkatkan kualitas komunikasi mereka, dapat melatih mereka untuk berbicara dan menceritakan apa saja yang sudah mereka lakukan. Selain itu, mereka juga diajarkan untuk berpendapat, hingga akhirnya mereka akan mampu memecahkan permasalahan yang sedangmereka hadapi. Coaching ini bukanlah suatu kegiatan untuk sekedar curah pendapat saja ngobrol yang tidak tentu arah. Tetapi Coaching lebih kepada proses pembelajaran. Coaching sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis dimana coach memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi bagi coachee. ( Grant 1999)

        Selanjutnya pada modul 1.2 tentang Nilai dan peran guru penggerak menjelaskan bahwa setiap Guru penggerak haruslah memiliki peran dan nilai. Salah satunya adalah dapat bermanfaat bagi rekan sejawat  dan mampu menggerakkan komunitas. Dalam mendukung nilai dan peranan guru penggerak tersebut, kegiatan Coaching ini juga dapat menjadi salah satu ruh yang ada dalam peranan guru penggerak. Sebab dalam kegiatan coaching sendiri ada empat aspek pendukung yakni: Komunikasi asertif, Pendengar aktif, Pertanyaan efektif, dan Umpan Balik Positif. Keempatnya ini merupakan keterampilan penting yang harus di kuasai Coach dalam proses Coaching. Artinya kompentensi-kompetensi tersebut sangatlah sesuai dengan peranan guru penggerak.  

        Selanjutnya pada modul 1.3 mengenai visi guru penggerak dijlaskan bahwa seorangguru penggerak haruslah memiliki visi dan misi untuk melakukan perubahan dalam lingungannya. Naik dalam lingkungan kelas yang dia ajar atau lingungan sekolah.

        Pada modul 1.4 tentang budaya positif, salah satu materi yang sangat menarik adalah teknik restitusi. Restitusi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh guru dalam usahanya untuk mempositifkan perilaku anak-anak didik dalam lingkungan belajarnya. Restitusi dilakukan dengan tujuan suatu permasalah yang terjadi adiantara anak-anak didik dapat terselesaikan dengan baik tanpa melukai hai satu sama lain. Jika kita melihat posisi fungsi kontrol guru, maka seorang pendidik bertindak sebagai Manajer dan bukan sebagai pembuat rasa bersalah apalagi penghukum. Siswa atau coachee merasa dirinya sebagai pembelajar sehingga ketika ada sebuah masalah, coach membantu dan menuatkan coachee dalam menemukan solusi permasalahannya tersebut tanpa rasa terluka.

        Pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdifernsiasi dijelaskan bahwa  setiap orang itu istimewa. Setiap anak memiliki perbedaan cara dan kecepatan dalam belajar. Dengan demikian seorang guru harus mampu memberikan hak belajar yang sama kepada setiap siswa. Guru dapat menerapkan Teknik Scaffolding atau pendampingan khusus kepada siswa yang di anggap kurang dalam belajarnya. Seperti kesiapan belajar yang rendah dan kecepatan memahami materi pelajaran yang juga rendah.  Selain itu, Teknik Coaching pun dapat membantu para siswa yang mendapat scaffolding tersebut. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan berajalan sesuai dengan yangdiharapkan.

        Adapun teknik Coaching yang terkenal adalah coaching dengan teknik  TIRTA yakni akronim dari beberapa hal yaitu: 'T' untuk Tujuan Utama, 'I' untuk Identifikasi masalah, 'R'untuk Rencana Aksi, 'TA'untuk Tanggung Jawab. Keempat hal ini harus digunakan dalam proses mendampingi coachee. Selain itu seorang ciach pun harus memenuhi tigakriteria utamaseorang coach yaitu kehadiran penuh, mendengarkandengan rasa, dan memberikan pertanyaa-pertanyaan berbobot. Dengan demikian proses pengidentifikasian masalah akan semakin signifikan dan tepat sasaran. Sehingga rencana Aksi jadi mudah dirumuskan. Dan solusi pemecahan masalah dapat ditemukan.

        Pada Modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional den Konsep sosial emosional. Dijelaskan bahwa seseorang haruslah dalam keadaam kesadaran penuh atau mindfullness untuk menyadari emosi yang sedang ia rasakan. Dengan demikian orang tersebut dapat membuat keputusan dengan jauh lebih baik dari sebelumnya. Selain Pengenalan emosi,  Pengelolaan diri yang baik juga penting. Hal ini dapat dilakukan dalam hal pengelolaan waktu ataudisiplin. Kesadaran sosial seperti empathi juga sangatlah penting untuk dipelajari. Hal ini dilakukan guna menyadarkan bahwa diri bukanlah satu-satunya orang yang punya masalah atau hambatan dalam belajar.

        Dengan demikian Keterampilan sosial ini sanga butuh latihan sebagai wujud resiliensi seseorang dalam memecahkan masalahnya. Dalam teknik Coaching ada tanggung jawab dimana komitmen harus di lakukan. Dengan tujuan aksi nyata dari apa yang akan ia lakukan dalam coaching dapat terealisasi dengan baik





Pendahuluan

            Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019-2024 salah satu visi Pemerintah Republik Indonesia berfokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta. Visi tersebut terkait langsung dengan tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan.

            Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta, Kemendikbud mengembangkan rangkaian kebijakan Merdeka Belajar pada tahun 2019. Kebijakan ini dicetuskan sebagai langkah awal melakukan lompatan di bidang pendidikan. Tujuannya adalah mengubah pola pikir publik dan pemangku kepentingan pendidikan menjadi komunitas penggerak pendidikan. Filosofi “Merdeka Belajar” disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka memilih jalan hidupnya dengan bekal akal, hati, dan jasad sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, merdeka belajar dimaknai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.

            Sebagai rangkaian kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikbud telah mengeluarkan empat paket kebijakan, yang pada tahap pertama meliputi: 

1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional diganti ujian (asesmen) yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Hal ini berimplikasi pada guru dan satuan pendidikanlebih merdeka dalam menilai belajar peserta didik.

2. Ujian Nasional tahun 2021 diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang meniscayakan penyesuaian tata kelola penilaian pembelajaran di level satuan pendidikan maupun pada level nasional.

3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berimplikasi pada kebebasan guru untuk dapat memilih, membuat, dan menggunakan format RPP secara efisien dan efektif sehingga guru memiliki banyak waktu untuk mengelola pembelajaran.

4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.

            Keempat kebijakan tersebut tentu saja belum cukup untuk menghasilkan manusia unggul melalui pendidikan. Hal krusial yang mendasar untuk segera dilakukan adalah mewujudkan tersedianya guru Indonesia yang berdaya dan memberdayakan.

            Guru Indonesia yang diharapkan tersebut mencirikan lima karakter yaitu berjiwa nasionalisme Indonesia, bernalar, pembelajar, profesional, dan berorientasi pada peserta didik. Berbagai kebijakan dan program sedang diupayakan untuk hal tersebut dengan melibatkan berbagai pihak menjadi satu ekosistem pendidikan yang bergerak dan bersinergi dalam satu pola pikir yang sama antara masyarakat, satuan pendidikan, dan pemangku kebijakan.

            Program tersebut dinamakan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang sejatinya mengembangkan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan guru sebagai bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar melalui pendidikan guru. Pedoman ini disusun sebagai acuan implementasi agar program ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Kerangka Program Pendidikan Guru Penggerak

            PGP merupakankegiatan pengembangan profesi melalui pelatihandan pendampingan yang berfokus pada kepemimpinan pembelajaranagar mampu mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila yang dimaksud adalah peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, kreatif, gotong royong, berkebinekaan tunggal, bernalar kritis, dan mandiri.

            Program ini bertujuan memberikan bekal kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan pedagogi kepada guru sehingga mampu menggerakkan komunitas belajar, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikanserta berpotensi menjadi pemimpin pendidikan yang dapat mewujudkan rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ketika berada di lingkungan satuan pendidikannya masing-masing. Rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ditunjukkan melalui sikap dan emosi positif terhadap satuan pendidikan, bersikap positif terhadap proses akademik, merasa senang mengikuti kegiatan di satuan pendidikan, terbebas dari perasaan cemas, terbebas dari keluhan kondisi fisik satuan pendidikan, dan tidak memiliki masalah sosial di satuan pendidikannya.     

            Kemampuan menggerakkan komunitas belajar merupakankemampuan guru memotivasidan terlibat aktif bersama anggota komunitasnya untuk bersikap reflektif, kolaboratif serta berbagi pengetahuan yang merekamiliki dan saling belajar dalam rangka mencapai tujuan bersama. Komunitas pembelajar guru di antaranya Pusat Kegiatan Gugus (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) serta komunitas praktis (Community of Practice) lainnya baik di dalam satuan pendidikan atau dalam wilayah yang sama.

Desain Program Pendidikan Guru Penggerak

            PGP didesain untuk mendukung hasil belajar yang implementatif berbasis lapangan dengan menggunakan pendekatan andragogi dan blended learningselama 9 (sembilan) bulan. Kegiatan PGP dilaksanakan menggunakan metode pelatihan dalam jaringan (daring), lokakarya, dan pendampingan individu. Proporsi kegiatan terdiri atas 70% belajar di tempat bekerja (on-the-job training), 20% belajar bersama rekan sejawat, dan 10% belajar bersama narasumber, fasilitator, dan pendamping. 

            Asesmen dilakukan pada tahap pelatihan dan pendampingan dengan mendapatkan data hasil penugasan, praktik dan observasi fasilitator dan pendamping. Umpan balik dari rekan sejawat, kepala sekolah dan peserta didik digunakan sebagai bagian dari proses refleksi dan pengembangan diri Guru Penggerak. Asesmen pada hasil belajar peserta didik dilakukan saat proses evaluasi dampak (impact evaluation).

            PGP menerapkan andragogi, pembelajaran berbasis pengalaman, kolaboratif, dan reflektif sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut.


Tujuan Program Pendidikan Guru Penggerak

            PGP bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan dan pedagogi guru sehingga dapat menghasilkan profil guru penggerak sebagai berikut:

1. mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi, dan kolaborasi;

2. memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik;

3. merencanakan, menjalankan, merefleksikan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan melibatkan orang tua;

4. mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi satuan pendidikan yang mengoptimalkan proses belajar peserta didik yang 5. berpihak pada peserta didik dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar satuan pendidikan; dan

6. berkolaborasi dengan orang tua peserta didik dan komunitas untuk pengembangan satuan pendidikan dan kepemimpinan pembelajaran.


Manfaat Program Pendidikan Guru Penggerak

Manfaat Pendidikan Guru Penggerak adalah sebagai berikut: 

1. bergeraknya komunitas belajar secara berkelanjutan sebagai tempat diskusi dan simulasi agar guru dapat menerapkan pembelajaran aktif yang sesuai dengan potensi dan tahap perkembangan peserta didik;

2. diterapkannya pembelajaran aktif oleh guru lain di lingkungan satuan pendidikannya dan lingkungan sekitar sebagai dampak 3. bergeraknya komunitas guru secara berkelanjutan; 

4. terbangunnya rasa nyaman dan bahagia peserta didik berada di lingkungan satuan pendidikan;

5. meningkatnya sikap positif peserta didik terhadap proses pembelajaran yang bermuara pada peningkatan hasil belajar;

6. terwujudnya lingkungan fisik dan budaya satuan pendidikan yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik; dan

7. terbukanya kesempatan bagi guru penggerak untuk menjadi pemimpin satuan Pendidikan

Perjalanan Program Pendidikan Guru Penggerak

Calon Guru Penggerak menjalankan proses pendidikan selama 9 bulan yang terdiri pembelajaran daring dan pendampingan. Pembelajaran daring berlangsung selama 6 bulan dengan 3 paket modul yang wajib dipelajari oleh Calon Guru Penggerak. Pendampingan terdiri dari lokakarya dan pendampingan individu yang akan dilaksanakan setiap bulan selama 9 bulan.






         

Di pertengahan tahun 2020, divisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mencetuskan sekaligus meresmikan program Guru Penggerak.Peluncuran program tersebut pertama kali dibuka dengan tahapan pendaftaran serta pelaksanaan seleksi. Menurut Nadiem Makarim, program Guru Penggerak merupakan terobosan baru untuk mewujudkan para pendidik profesional.

        Bagi sebagian guru tentu masih merasa asing dengan hadirnya program Guru Penggerak. Sebab tidak semua elemen mendapatkan sosialisasi peluncurannya. Bisa jadi karena keterbatasan waktu maupun tingkat sasaran yang akan mendapatkan sosialisasi dari program Guru Penggerak. Program ini merupakan serangkaian dari kebijakan merdeka belajar.

        Kehadiran program ini akan menjadi solusi bagi kesenjangan dan permasalahan yang ada di dunia pendidikan di mana pemeran utamanya adalah seorang guru. Sebab pada kenyataannya, banyak guru yang mengalami masalah terutama dalam hal menyampaikan materi serta menjadikan peserta didik nyaman dengan pembelajarannya.

Apa itu Program Guru Penggerak?

        Program Guru Penggerak merupakan sebuah agen perubahan di dunia pendidikan. Apalagi di era kecanggihan teknologi sekarang, kehadiran Guru Penggerak dengan segudang karya maupun inovasinya akan menjadi sesuatu gebrakan positif bagi lingkungan pendidikan.

        Dengan hadirnya program tersebut, maka para pendidik dapat dengan mudah untuk meningkatkan kompetensinya sebagai seorang pemimpin dalam perumusan pembelajaran yang mana berorientasi pada murid bukan pada guru.

        Selama pelatihan program guru tersebut, para guru yang sudah terseleksi akan dibina secara langsung oleh para instruktur, pengajar praktik profesional dan semua fasilitator pilihan.

        Melansir dari laman resminya, program Guru Penggerak disusun untuk bisa mewujudkan sebanyak mungkin keseluruhan agen transformasi dalam lingkup ekosistem pendidikan. Pada angkatan pertama tahun kemarin, Kemendikbud membuka peluang sebesar 2.800 peserta. Angka tersebut dapat memberikan banyak kesan serius dari Kemendikbud pada pelaksanaan program Guru Penggerak.

        Selain itu, kehadiran program Guru Penggerak menjadikan para pendidik mendapat kesempatan untuk bisa mewujudkan perubahan secara nyata di dunia pendidikan khususnya bagi wilayah sekitar. Para pendidik yang sudah terseleksi sebagai calon Guru Penggerak merupakan golongan para pemimpin pembelajaran yang akan meningkatkan proses bertumbuhnya peserta didik baik secara holistik, aktif maupun proaktif. Sisi proaktif yang dimaksud yakni bertujuan untuk mengembangkan para pendidik lainnya agar bisa menerapkan konsep pembelajaran yang bisa berpusat ke peserta didik.

        Di sisi lain, kehadiran Guru Penggerak senantiasa menjadi seseorang yang bisa diteladani dan secara tidak langsung dapat dianggap menjadi seorang agen transformasi pada ekosistem pendidikan agar bisa terwujud Profil Pelajar Pancasila dalam diri peserta didik.

Peran Guru Penggerak

        Dalam pelatihannya, para pendidik akan dibekali dengan ragam peran yang akan dijalani sebagai Guru Penggerak. Adapun diantaranya yakni :

Pertama, seorang Guru Penggerak dapat menggerakkan komunitas belajar untuk sesama rekan guru baik di sekolah yang sama maupun instansi lainnya. Seperti sekarang ini, salah satu komunitas yang bekerjasama dengan kebijakan Merdeka Belajar yakni komunitas Guru Belajar. Komunitas ini menaungi para guru dan memberikan beragam kreasi maupun inovasi yang menarik bagi para guru.

Kedua, seorang Guru Penggerak dapat menjadi pengajar praktik bagi rekan guru terkait adanya kehadiran perkembangan pembelajaran yang ada di sekolah. Menjadi pengajar praktik tidak harus menjadi guru yang bersertifikasi. Sebab ada banyak hal yang dapat dilakukan selama menunggu masa program sertifikasi berlangsung.

Ketiga, seorang Guru Penggerak akan berusaha menjadi seorang pionir untuk bisa mendorong peningkatan serta karakter kepemimpinan baik bagi sesama guru lainnya maupun peserta didik di lingkungan sekolah.

Keempat, seorang Guru Penggerak akan senantiasa menjadi pionir dalam membuka ruang diskusi maupun kolaborasi baik guru maupun para pemangku kepentingan di dalam maupun luar sekolah dalam proses peningkatan aspek kualitas pembelajaran.

Kelima, seorang Guru Penggerak dapat menjadi pemimpin pembelajaran akan mendorong adanya perbaikan dalam ekosistem pendidikan di lingkungan sekolah.

Kelima peran tersebut tentu sangat berguna di lingkungan pendidikan. Apalagi di tengah fenomena disruptif seperti ini, mulai banyak permasalahan yang menyerang dunia pendidikan di negeri ini.

        Permasalahan seperti merendahnya daya serap peserta didik pada mata pelajaran, kecanduan pada gadget, kecanduan bermain games bahkan ada yang sampai menjadi pecandu pergaulan bebas. Maka Kehadiran Guru Penggerak diupayakan agar bisa menjadi salah satu benteng pertahanan bagi generasi di masa depan.

        Oleh sebab itu dalam rangka menjadikan kelima peran tersebut ada dalam diri penggerak, maka pemerintah telah membuat perencanaan dan sudah dipublikasikan secara resmi bahwa program Guru Penggerak akan diadakan selama 9 bulan. Di waktu tersebut, para calon pendidik akan dilatih dan digembleng agar bisa menjadi pribadi sesuai target yang diinginkan.

Manfaat Program Guru Penggerak

        Selain memahami makna dan peran dari program Guru Penggerak bagi dunia pendidikan, anda juga perlu memahami manfaat program Guru Penggerak. Adapun di antara manfaatnya yakni :

1.    Guru Penggerak Membantu Proses Perkembangan Kompetensi

        Manfaat pertama yakni program Guru Penggerak akan membantu proses berkembangnya kompetensi. Salah satu agenda yang diselenggarakan untuk mewujudkan perkembangan tersebut maka diadakanlah lokakarya bersama.Program lokakarya ini terdiri dari kegiatan daring, konferensi, lokakarya bahkan sampai adanya program pendampingan dalam kurun waktu 9 bulan bagi yang sudah terseleksi menjadi calon Guru Penggerak. Hanya saja, perlu diingat, dalam pelaksanaannya para guru akan tetap menjalankan peran utama sebagai seorang guru. Sehingga, guru harus memastikan bahwa pendaftarannya pada program Guru Penggerak perlu mendapat persetujuan dengan berbagai persyaratan tertentu yang dibutuhkan. Pada angkatan sebelumnya, para calon Guru Penggerak melaksanaan beberapa kegiatan dalam bentuk online sebagai bentuk pencegahan penularan Covid-19.

2.    PGP akan Membantu Proses Peningkatan Kompetensi dalam Aspek Kepemimpinan

        Manfaat lainnya yakni program Guru Penggerak akan menjadi program yang bisa membantu terjadinya peningkatan pada aspek kompetensi kepemimpinan di lingkup pembelajaran yang hanya berpusat pada peserta didik.Pendidik harus selalu mengusahakan dirinya untuk bisa meningkatkan keoptimalan performa diri menjadi seorang guru yang memang sudah memusatkan pembelajaran pada peserta didik. Dengan artian, pendidik akan menjadi seorang teladan serta mampu dalam memberikan segala motivasi bagi peserta didik. Tujuannya agar bisa menguatkan segala daya dan mampu dalam mendayagunakan para peserta didik. Tujuan akhirnya, di masa depan, guru akan lebih banyak mendapat tantangan terkait aspek latar belakang dan karakteristik peserta didik yang berbeda – beda. Melalui program Guru Penggerak, harapannya para guru dapat mengatasi permasalahan tersebut serta memberikan pelatihan kepada para rekan pendidik lainnya yang belum berkesempatan mengikuti program Guru Penggerak.

        Demikian ulasan mengenai manfaat program Guru Penggerak dan beberapa peran yang perlu dipahami manakala banyak guru yang sudah mulai mendaftarkan dirinya di program Guru Penggerak batch 2 dan seterusnya.  Semoga program tersebut dapat membantu peningkatan kemampuan dalam diri pendidik baik dari segi pedagogik maupun aspek profesionalismenya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kabalitbang Kemendikbud) Totok Suprayitno berkesempatan mengikuti Strategic Dialogue for Education Ministers (SDEM) keempat mewakili Mendikbud Muhadjir Effendy. Dialog ini diselenggarakan pada pertemuan Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Conference ke-50 di Kuala Lumpur, Malaysia, (24/7/2019). Pada sesi ini diikuti oleh Menteri Pendidikan Brunei Darussalam, Dato Seri Setia Awang Hj Hamzah bin Hj Sulaiman, Menteri Pendidikan Singapura Ong Ye Kung dan Menteri Pendidikan dan Pelatihan Vietnam, Phung Xuan Nha dengan moderator Direktur SEAMEO RIHED Chantavid Sujatanond.

Sesi ini digelar untuk menanggapi pemaparan dari pembicara kunci (keynote) sebelumnya yang disampaikan Kepala unit Teknologi Informatika dan Komputer (TIK) Pendidikan di United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Pusat, Fengchun Miao, . Tema yang diangkat adalah ”The Future of Education: Leveraging Technology in Artificial Intelligence and Machine Learning for Quality and Equitable Education".

Kabalibang Totok Suprayitno dalam paparannya menguraikan bagaimana Indonesia terus memanfaatkan perkembangan teknologi untuk pemajuan pedidikan dan kebudayaan. Misalnya, Indonesia menggelar Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang sudah diikuti 8,3 juta siswa pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas atau yang sederajat meliputi 104.000 sekolah. Penggunaan komputer terbukti efisien dan mengurangi praktik tidak terpuji dalam mengerjakan soal.

Kabalitbang juga menambahkan, Kemendikbud bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengelar Digital Talent Scholarship 2019, untuk mencari mereka yang berbakat di bidang digital melalui perlombaan inovasi digital.

Saat ini SEAMEO Centers yang berada di Indonesia juga terlibat dalam pengembangan kecerdasan buatan untuk mendorong kualitas pendidikan. Salah satunya adalah pengenalan logika dengan memanfaatkan kecerdasan buatan pada tingkat sekolah menengah melalui ajang lomba SEA Creative Camp.

Selain itu juga kecerdasan buatan di bidang nutrisi yang merupakan kolaborasi antara SEAMEO SEAMOLEC dan SEAMEO RECFON. Pengembangan kecerdasan buatan juga dilakukan bekerja sama dengan Pustekkom Kemendikbud untuk diterapkan pada Rumah Belajar Open Educational Resources (OER) Hub dengan mengoptimalisasi dan mengefektifkan penggunaannya sehingga dapat diakses dengan mudah di mana dan kapan saja. Dengan demikian, perkembangan teknologi terutama kecerdasan buatan diharapkan mendorong kualitas dan akses pendidikan.

Totok juga menyampaikan, bahwa dengan perkembangan teknologi peningkatan bukan hanya pada akses tapi juga pada kualitas pendidikan, dan ini menjadi tantangan bersama dengan kemajuan teknologi. Selain itu juga perlu diperhatikan kesenjangan teknologi baik di dalam satu negara maupun antar negara, termasuk juga implikasi etika, sosial dan humanis dari perkembangan teknologi hendaknya menjadi tantangan bersama yang harus dihadapi.

“Tantangan ini perlu untuk dirumuskan bersama agar kita semua dapat mengambil manfaat maksimal dari perkembangan teknologi, terutama kecerdasan buatan untuk mendorong pemajuan pendidikan dan kebudayaan, ujar Totok.

Untuk itu, pada kesempatan ini Kabalitbang berkesempatan mengundang para peserta konferensi dan negara anggota SEAMEO untuk berpartisiasi dan hadir pada "International Conference: Embedding Artificial Intelligence (AI) in Education Policy and Practice for Southeast Asia”, yang akan digelar di Jakarta, 18-19 September 2019. Acara ini merupakan kerja sama Kemendikbud, Kemenristekdikti, Kemenkominfo dan tujuh SEAMOE Centers yang ada di Indonesia.

Adapun tujuh sub-tema yang akan dibahas tersebut adalah: Trend mutakhir dari kecerdasan buatan yang humanis, tantangan dan kesempatan; Penelitian dan planning kecerdasan buatan pada kebijakan pendidikan negara-negara Asia Tenggara; Pengembangan kecerdasan buatan untuk pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar serta menengah; Mempromosikan bakat-bakat digital untuk pengembangan nilai dan keterampilan pada era kecerdasan buatan; Praktik kecerdasan buatan pada pendidikan tinggi di Asia Tenggara; perkembangan mutakhir ekosistem kecerdasan buatan; Pendidikan jarak jauh untuk memastikan pendidikan yang inklusif dan sepanjang hayat melalui kecerdasan buatan; dan Praktik baik dari penggunakann kecerdasan  bautan pada pengajaran dan pembelajaran.

Sumber : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia




Laporan hasil belajar peserta didik pada kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016 sedikit mengalami perubahan dari pada format rapor K13 sebelumnya, contoh raport kurikulum 2013 Sekolah Luar Biasa ini kami lengkapi dengan petunjuk pengisian hingga contoh deskripsi, nilai dan predikat pada kompetensi sikap spritual dan sosial (deskripsi), kompetensi pengetahuan, nilai, predikat dan deskripsi dan kompetensi keterampilan yang serta merta kami lengkapi contoh nilai, predikat dan deskripsi.

Petunjuk Pengisian Rapor Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2016 dari Permendikbud no 53 tahun 2015
Laporan Rapor Peserta Didik dipergunakan selama peserta didik yang bersangkutan mengikuti seluruh program pembelajaran di Sekolah tersebut, Identitas Sekolah diisi dengan data yang sesuai dengan keberadaan Sekolah Dasar,  Daftar Peserta didik diisi oleh data siswa yang ada dalam Rapor Peserta Didik ini,  Identitas Peserta didik diisi oleh data yang sesuai dengan keberadaan peserta didik.

Rapor Peserta Didik harus dilengkapi dengan pas foto berwarna (3 x 4) dan pengisiannya dilakukan oleh Guru Kelas, Kompetensi inti 1 (KI-1) untuk sikap spiritual diambil dari KI-1 pada muatan pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti.

Kompetensi inti 2 (KI-2) untuk sikap sosial diambil dari KI-2 pada muatan pelajaran PKn, Kompetensi inti 3 dan 4 (KI-3 dan KI-4) diambil dari KI-3 dan KI-4 pada semua muatan pelajaran, Sikap ditulis dengan deskripsi, menggunakan kalimat positif, berisi perkembangan sikap/perilaku siswa yang sangat baik dan/atau baik dan yang mulai/sedang berkembang berdasarkan kumpulan hasil observasi (catatan), Pengetahuan dan keterampilan ditulis dengan angka, predikat dan deskripsi untuk masing-masing muatan pelajaran.